PERAN SITOKIN DALAM PATOFISIOLOGI BERBAGAI PENYAKIT BERBASIS IMUN, DAN KEMUNGKINANNYA MENJADI KUNCI PENGENDALIAN RESPONS IMUN
Sejak ditemukannya Interferon-α di tahun 1957, peran sitokin sebagai salah satu protein utama yang menjadi regulator respons imun dalam kehidupan tidak lagi terbantahkan. Sitokin adalah terminologi umum yang digunakan untuk molekul peptida atau protein yang berfungsi dalam komunikasi antar sel. Berdasarkan respons seluler yang diakibatkannya, sitokin diketahui dapat menyelenggarakan komunikasi seluler yang sifatnya autokrin, parakrin, maupun endokrin. Perkembangan teknologi dalam bidang biologi molekular sangat berpengaruh dalam pengelompokkan sitokin. Terdapat beberapa cara pengelompokan sitokin, yaitu melalui fungsi, struktur dan juga dari reseptornya. Setiap jenis sitokin memiliki reseptor pada permukaan sel target yang ditujunya. Ikatan antara sitokin dan reseptor pada permukaan sel target mengakibatkan terjadinya transduksi sinyal, yang berujung pada ekspresi protein atau sitokin lainnya, yang memodulasi atau meningkatkan respons imun terhadap antigen yang dikenalinya.
Homeostasis
Sitokin mengatur homeostasis didalam tubuh dengan meregulasi sel imun. Sirkuit pensinyalan sitokin mencakup beberapa check point dalam proses inflamasi dan toleransi. Sitokin proinflamasi berperan dalam pertahanan dan sistem kekebalan terhadap potensi infeksi atau bahaya. Pada keadaan produksi sitokin yang tidak teratur, dapat menyebabkan berbagai keadaan imunopatologi, termasuk penyakit autoinflamasi dan autoimun, dan, dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan kejadian kanker.
Pada bidang dermatologi, seluruh kelainan kulit, baik yang murni diakibatkan oleh sistem imun ataupun yang didahului oleh terjadinya infeksi, melibatkan sitokin. Oleh karena itu, tidak aneh apabila dalam 25 tahun terakhir, sitokin telah menjadi bagian penting dalam keberhasilan pengembangan teknik diagnostik, tata laksana dan prognostik pasien. Regulasi sitokin dipandang sebagai target terapi potensial dalam berbagai penyakit kulit. Regulasi sitokin bisa dilakukan dengan menghambat produksinya, mencegah terjadinya ikatan antara sitokin dan reseptor sel target, ataupun memutus jalur transduksi sinyal yang diakibatkan olehnya. Berbagai langkah yang dapat dilakukan untuk meregulasi sitokin tersebut telah membuka kemungkinan yang tidak terbatas akan potensi terapi yang dimilikinya, termasuk untuk mengatasi berbagai penyakit yang saat ini kita hadapi. Oleh karena itu, penting bagi dokter sebagai praktisi kesehatan memahami sitokin dan peranan yang dijalankannya.
Peran sitokin dalam patofisiologi Covid-19
Sejumlah studi pada pasien terjangkit Covid-19 mengungkapkan terjadinya badai sitokin (Cytokine storm) yang meningkatkan keparahan infeksi Covid-19. Singkat kata, lonjakan kadar sitokin dalam tubuh pasien Covid-19 mengakibatkan reaksi hipersensitivitas yang akhirnya mengakibatkan disfungsi organ dan kematian. Oleh karena itu, sitokin dipandang target terapi potensial pada pandemi Covid-19 yang saat ini kembali mengalami lonjakan. Potensi regulasi sitokin sebagai tata laksana pada pasien Covid-19 masih harus diteliti pada jumlah pasien yang lebih besar, namun mengingat peranan utama sitokin dalam terjadinya reaksi hipersensitivitas, tidak salah apabila peneliti dan praktisi medis di berbagai belahan dunia menaruh harapan besar terhadap regulasi sitokin sebagai kunci keberhasilan terapi Covid-19 pada pasien.
Endang Sutedja
Departemen/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNPAD/RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung
-
PENGGUNAAN PELEMBAP PADA BAYI BERISIKO TINGGI TERHADAP INSIDENS DERMATITIS ATOPIK INFANTIL: SEBUAH TELAAH SISTEMATIK Endi Novianto, Vanessa Aryani Octavia Mardani -
HUBUNGAN FUNGSI GINJAL, KALSIUM, DAN FOSFOR DENGAN XEROSIS DAN PRURITUS PADA PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS Regina Regina, Marsha Kurniawan, Steven Philip Surya, Yunisa Astiarani, Maria Riastuti Iryaningrum -
ERITEMA MULTIFORME PASCA-VARISELA Lorettha Wijaya, Veronica -
APLIKASI FORMULASI AZADIRACHTA INDICA DAN HYPERICUM PERFORATUM TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIKUM Dedianto Hidajat, Nadia Puspa Dewi, I Wayan Hendrawan, I. Gusti Agung Ayu Ratna Medikawati, Yunita Hapsari, Dinie Ramdhani Kusuma -
EFEKTIVITAS SULFUR TOPIKAL DIBANDINGKAN DENGAN PERMETRIN DALAM TATA LAKSANA SKABIES: LAPORAN KASUS BERBASIS BUKTI Sandra Widaty, Irene Darmawan -
PERFORASI SEPTUM NASAL PADA PASIEN DENGAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK YANG AWALNYA DIDUGA MORBUS HANSEN Reyshiani Johan, Hartati Purbo Darmadji, Endang Sutedja, Oki Suwarsa, Miranti Pangastuti -
NEUROFIBROMATOSIS TIPE 1 PADA ANAK DENGAN MANIFESTASI NEUROFIBROMA PLEKSIFORMIS YANG MENYERUPAI NEVUS BECKER Putu Ayu Dewita Ganeswari, Luh Made Shanti Maheswari, IGAA Dwi Karmila -
LIKEN AMILOIDOSIS DENGAN TERAPI TOPIKAL KOMBINASI Nyoman Yoga Maya Pramita, Made Swastika Adiguna, Nyoman Suryawati -
EPIDERMODYSPLASIA VERRUCIFORMIS: SUATU KASUS JARANG Beatrix Novandri Uly, Novian Febiyanto, Jeffrey Giantoro, Jesslyn Amelia, Agnes Sri Siswati, Niken Trisnowati -
VITAMIN D TOPIKAL PADA PSORIASIS: SEBUAH TELAAH SISTEMATIK Niken Kusumaningrum, Sri Awalia Febriana -
FOTOTERAPI PADA PASIEN GERIATRI: APAKAH BERBEDA DENGAN PASIEN DEWASA? Shannaz Nadia Yusharyahya, Rizky Lendl Prayogo -
TEKNIK GRAFT SEDERHANA PADA KULIT Cinthia Christina Dewi, Windy Keumala Budianti, Larisa Paramitha Wibawa -
BERBAGAI PENANDA BIOLOGIS PADA URTIKARIA KRONIK SPONTAN Marsha Bianti, Windy Keumala Budianti, Yudo Irawan