LIMFOMA SEL T KULIT TATALAKSANA DAN TERAPI SISTEMIK BARU
Limfoma kutis merupakan limfoma ektranodal kedua terbanyak dengan bentuk klinis tersering mikosis fungoides (MF) yang berasal dari proliferasi klonal limfosit T neoplastik (limfoma sel T kulit/LSTK). Selain MF dikenal juga sindrom Sezary (SS) yang merupakan varian leukemik dari LSTK.1
Baik MF maupun SS insidensnya jarang dibandingkan kanker kulit lainnya di Indonesia. Selama lima tahun terakhir terdapat 29 kasus baru LSTK di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Walaupun tidak sering ditemukan tapi perlu dipahami cara menegakkan diagnosis dan tatalaksana penyakit ini.
Umumnya tatalaksana terbagi atas hal-hal yang penting untuk dilakukan (esensial) dan pemeriksaan yang berguna pada kasus tertentu. Tatalaksana esensial meliputi anamnesis dan pemeriksaan kulit, laboratorium darah (termasuk pemeriksaan slaid dan flow cytometri sel Sezary) serta radiodiagnostik. Pemeriksaan lain yang berguna pada kasus tertentu misalnya biopsi sumsum tulang, core needle biopsy pada kelenjar getah bening (KGB) atau lesi ekstrakulit lainnya. Pemeriksaan histopatologis merupakan hal yang penting dalam menegakkan diagnosis. Seringkali diperlukan beberapa kali biopsi. Panel pemeriksaan imunohistokimia yaitu CD2, CD3, CD5, CD5, CD7, CD8, CD20, CD25, CD30, CD56, TIA1, granzyme B, BF1 dan TCRCyM1 sebaiknya dilakukan bila fasilitas tersedia. Analisis molekular untuk mendeteksi klonal T-cell antigen receptor (TCR) akan memperkuat diagnosis bila ditemukan klonal yang identik pada kulit, darah dan atau KGB. Terapi yang diberikan bergantung pada stadium penyakit yaitu IA, IB, IIA, IIB, III dan IV.
Spesialis Dermatologi dan Venereologi menangani LSTK hanya sampai stadium I sesuai dengan Perkonsil 44 tahun 2016.
Pengobatan pada stadium tersebut hanya terapi yang ditujukan kepada lesi kulit (skin directed therapies). Umumnya terapi tersebut diberikan secara topikal yaitu kortikosteroid, mechlorethamine, retinoids dan imiquimod. Fototerapi dan radioterapi termasuk terapi yang ditujukan kepada kulit.
Apabila terapi yang ditujukan kepada kulit tidak memberikan respons yang adekuat maka pengobatan dapat ditambah atau diteruskan dengan terapi sistemik. Cukup banyak terapi sistemik yang tersedia, misalnya kortikosteroid, retinoids, interferon, metotreksat, doxorubisin liposomal, gemsitabin, temozolamide, antibodi monoklonal, dan lain-lain.1,3 Terapi sistemik LSTK yang sudah ada di Indonesia di antaranya kortikosteroid, metotreksat, retinoid, doxorubisin, gemsitabine dan temozolamid. Akhir tahun 2017 inhibitor CD30 yaitu brentuximab vedotin sudah masuk ke Indonesia walaupun penggunaannya masih terbatas pada limfoma non Hodgkin. Prince MH dkk (2017) meneliti brentuximab vedotin yang dibandingkan dengan metotreksat dan bexarotene pada LSTK CD30 positif yang sebelumnya telah mendapat terapi. Penelitian ini bersifat internasional, open label, randomized, fase 3 pada 52 sentra kesehatan di 13 negara (multicenter trial). Pada MF hasil objective response rate 4 bulan (ORR4), objective response rate (ORR) dan complete response (CR) brentuximab vedotin dibandingkan dengan metotreksat dan bexarotene jauh lebih baik (50%, 65%, 10% dibandingkan dengan 10%, 16% dan 0%). Efek samping terutama neuropati perifer lebih banyak pada brentuximab vedotin tapi progression free survival obat tersebut juga jauh lebih baik (15,9 bulan dibandingkan dengan 3,5 bulan).
Sebagai penutup diingatkan kembali bahwa kasus LSTK membutuhkan pemeriksaan tertentu. Bila diagnosis tidak dapat ditegakkan karena kurangnya fasilitas maka kasus tersebut dapat dirujuk kepada RS yang lebih lengkap sarana dan prasarananya. Diharapkan RS yang dirujuk mempunyai dokter spesialis yang kompeten mengobati LSTK dengan stadium yang lebih dari satu atau yang refrakter terhadap terapi. Walaupun masih diperlukan review sistematik terkini, brentuximab vedotin merupakan salah satu terapi sistemik baru pada LSTK CD30 positif yang rekuren atau refrakter terhadap terapi sebelumnya.
Aida SD Hoemardani
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta Pusat
-
PERAN TRANSFORMING GROWTH FACTOR-β PADA REAKSI ERITEMA NODOSUM LEPROSUM BERULANG Muhammad Syafei Hamzah, Eryati Darwin, Raden Pamudji -
HUBUNGAN ANTARA KADAR SERUM INTERFERON GAMMA DENGAN DERAJAT KEPARAHAN PSORIASIS VULGARIS Made Wardhana, Nyoman Suryawati, Praharsini IGAA, Indira E IGAA -
HUBUNGAN ANTARA USIA KEHAMILAN DENGAN PRURITUS Dear Putri Saptanova, Nelva Kamila Jusuf -
MIKOSIS FUNGOIDES FOLIKULOTROPIK DISERTAI KO-EKSPRESI PAN B-CELL MARKERS DENGAN MANIFESTASI KLINIS BERUPA FACIES LEONINA Eva Krishna Sutedja, Dia Febrina, Erfina Rohana Sormin, Nina Roslina, Jono Hadi Agusni, Trinugroho Heri Fadjari -
ERITRODERMA YANG DISEBABKAN CUTANEOUS T-CELL LYMPHOMA (CTCL) Hari Purwanto, Sri Awalia Febriana, Kristiana Etnawati -
KUSTA TIPE MID-BORDERLINE DENGAN ALERGI KLOFAZIMIN TIPE SINDROM HIPERSENSITIVITAS OBAT Marsha Bianti, Peppy Fourina, Sri Linuwih Menaldi